Seorang Nenek penggarap lahan milik PT RSA di Purwokerto harus berurusan dengan pihak berwajib dan dimejahijaukan, hanya gara-gara mencuri 3 biji kakao. Hakim menjatuhkan vonis untuk nenek Minah sambil menangis, mungkin tidak tega terhadap terdakwa. Tapi karena memang penegakkan hukum harus dijalankan, akhirnya mau tidak mau Hakim harus menjatuhkan vonis. Vonis telah dijatuhkan 1,5 bulan penjara dengan masa percobaan 3 tahun. Ya nenek itu yang bernama Nenek Minah memang tidak perlu menjalani hukuman di penjara 1,5 bulan, kecuali beliau mengulangi lagi perbuatannya dalam kurun waktu 3 bulan.
Penegakkan hukum di Purwokerto ini benar-benar menjadi ironi di Indonesia. Penegakkan hukum terhadap nenek Minah ini menyinggung rasa keadilan masyarakat. Sebuah kesalahan kecil yang sebenarnya bisa saja diselesaikan secara kekeluargaan sampai juga ke meja hijau, dan terselesaikan dengan cepat. Andai saja hal ini juga berlaku bagi masalah-masalah hukum yang jauh lebih besar, pelanggaran lalu lintas, kasus Bank Century, kriminaslisasi KPK atau kasus korupsi misalnya. Memang yang namanya kesalahan baik itu kecil ataupun besar harus mendapat hukuman yang setimpal untuk memberikan efek jera.
Nenek Minah pasti sudah benar-benar jera dan tidak akan mengulangi perbuatannya. Bagaimana tidak cuma mengambil 3 biji Kakao untuk dijadikan bibit saja sudah harus berurusan dengan Polisi dan Pengadilan, apalagi mengambil yang lebih daripada itu.
Semoga penegakkan hukum terhadap Nenek Minah ini menjadi pelajaran bagi kita semua dan diikuti dengan penegakkaan-penegakkan hukum lainnya. Amieeen.