Langit tertutup awan hitam, sepertinya akan segera turun hujan. Bulakan tempatku bermain masih ramai oleh remaja-remaja kampungku. Jelas saja, karena hari ini adalah hari Minggu. Ada yang bermain tokadal, sepak bola dengan gawang mini tanpa kiper atau hanya duduk-duduk di atas kayu sengon di pinggir Bulakan.
Aku sedang asyik bermain kelereng dengan teman sebayaku. Rintik-rintik hujan mulai turun membasahi bumi, namun aku tidak bergeming dari permainanku. Tiba-tiba kurasakan ada sesuatu menimpa sikutku, kurasakan nyeri dan ada darah yang mengucur deras dari sikutku. Ternyata pecahan genteng tanah liat cukup besar dan tajam menghantam sikutku. Saat itu hujan sudah turun dengan derasnya, dan orang-orang berlarian menghindari hujan.
Beberapa saat kemudian dengan setengah berlari Enyakku datang ditengah derasnya hujan, menggendong dan memeluku erat. Aku merasakan kenyamanan dan kehangatan seorang Enyak, akupun berhenti menangis.
Enyakku bergegas ke klinik "Karya Bakti" di Pulogadung. Sikutku mendapat beberapa jahitan. Jahitannya diperban dan lenganku diikatkan ke pundak.
Dengan masih menggendongku Enyak mendatangi rumah anak yang melemparku dengan pecahan genteng. Rumahnya di kontrakan Bang Nasir. Enyakku marah habis-habisan, kulihat anak yang melemparku itu nyompot berjongkok di pojokan kamar. Orangtua anak itu cuma bisa minta ma'af berulang kali.
Sebenarnya yang menjadi sasaran lemparan bukan aku. Aku hanya korban salah sasaran. Luapan kemarahan enyakku pada saat itu kurasakan sebagai rasa sayang yang begitu besar terhadapku, membuatku merasa aman dan terlindungi. Terima kasih Enyak.
0 komentar:
Posting Komentar